Rabu, 29 Mei 2019

Catatan Bulan Mei

Catatan, Mei 2019
Bangsa kita adalah bangsa besar yang tidak berdiri kemaren sore, sudah hampir satu abad. Sudah banyak peristiwa dan sejarah besar yang tercatat. Kalau mau belajar dari sejarah, bangsa kita sebenarnya sudah dewasa dalam merespon problematika-problematika sosial yang terjadi.
Selama masa perjuangannya, dari awal kemerdekaan bahkan dari sebelum bangsa ini merdeka, banyak golongan atau kelompok yang membersamai. Salah duanya adalah Muhammadiyah dan NU. Jadikanlah Muhammadiyah dan NU sebagai panutan dalam beragama dan bernegara. Dua ormas besar yang dianut mayoritas masyarakat Indonesia ini paham betul bagaimana rekam jejak dan lika-liku bangsa.
Jika memang jihad, maka dua organisasi ini pasti sudah menyerukan. Apalagi soal politik, Muhammadiyah dan NU paham betul. Jangan malah berapi-api oleh seruan golongan-golongan yang lahir kemaren sore dalam konteks politik dan untuk kepentingan politik.
Adapun strategi politik yang akan berjalan dalam waktu dekat ini, akan tetap berhasil memobilisasi massa dengan jumlah yang tidak sedikit. Wajar, sekaliber masyarakat Indonesia memang masih mudah dimobilisasi. Lihat saja bagaimana realita masyarakat kita.
Tapi saya tetap optimis akan persatuan dan kedewasaan bangsa kita. Buktinya organisasi organisasi Agama yang besar tidak ikut menyerukan kegiatan-kegiatan partisan untuk kepentingan politik tsb, cara sederhana untuk memastikannya lihat saja logo-logo yang mendukung kegiatan-kegiatan itu, hampir semuanya adalah logo-logo yang lahir kemaren sore dan sebenarnya adalah kelompok kecil, tapi diuntungkan oleh realitas masyarakat yang mudah dimobilisasi sehingga menghasilkan massa yang besar.
Tidak ada yang melarang, apalagi negara ini negara demokrasi, hal-hal yang demikian memang diizinkan dan dibenarkan. Silahkan saja, lakukan dengan cara yang konstitusional.
Tapi konteks bertindak jangan sampai lupa atau keliru, tindakan yang diputuskan untuk ikut terlibat ini konteksnya apa. Jangan sampai harapan yang dibawa apa, tetapi implikasi perjuangannya apa.
Hemat saya, sebagai pendapat pribadi, masyarakat yang diluar Jawa, apalagi bapak-bapak yang sudah berumah tangga, tak perlu lah untuk ke ibukota kalau hanya untuk aksi. Apalagi kalau untuk sekedar sholat jamaah di tanah lapang, lihatlah yang lalu-lalu.
Aksi-aksi serupa yang sudah beberapa kali belakangan ini yang semuanya dalam konteks politik, memakan biaya yang tidak sedikit, ada banyak donatur yang dengan niat baiknya membiayai untuk keperluan aksi, ada juga yang pakai uang pribadi. Tidak sedikit, mulai dari ongkos bus, pesawat, kereta api, untuk menuju Jakarta. Istiqlal tak kuat menampung, hotel-hotel Jakarta pun diuntungkan, menjadi ramai mendadak guna penginapan peserta aksi. Ratusan juta rupiah bahkan lebih demi berkumpul di ibukota.
Ada banyak cara untuk menunjukkan Islam rahmatan Lil Alamin selain hanya membanggakan tidak menginjak rumput di Monas. Bagi saya, kalau memang mau jihad, alangkah lebih baik, uang-uang untuk tiket pesawat dan bus itu yang apabila dijumlahkan sampai ratusan juta digunakan untuk hal-hal yang lebih substantif. Data jumlah janda miskin dan anak yatim di kampungmu, lalu santuni. Data jumlah anak putus sekolah di desamu lalu sekolahkan. Betapa banyak pelajar-pelajar yang tidak dapat lanjut ke perguruan tinggi, kasih beasiswa. Data jumlah penduduk miskin, kaum dhuafa lalu bantu ekonomi nya. Pengangguran dimana-mana, buka lapangan pekerjaan baru. Itulah jihad.
Ciputat, 20 Mei 2019

Tidak ada komentar:

Posting Komentar