Jumat, 22 Desember 2017

Mengenang PEMIRA: Golput Tindakan Merugi, Menghilangkan Identitas Diri



Pemilihan Raya atau yang biasa kita singkat dengan PEMIRA, adalah ajang sekaligus kesempatan bagi setiap mahasiswa untuk menggunakan hak pilihnya, untuk ikut berpartisipasi dan menentukan bagaimana Kampus Pembaharu ini satu tahun kedepan. Kita punya hak mutlak untuk menggunakan suara kita dalam memilih Pasangan Calon yang kita anggap baik tanpa ada intimidasi dari pihak manapun atau dari golongan manapun yang merasa punya hak menentukan, hak pilih murni bersifat pribadi dan pakailah hati nurani kita dengan idealisme kita sebagai seorang pemuda agar kelak tidak mencela sistem sedangkan kita sendiri berada di sistem itu apalagi hanya melakukan usaha yang tak layak disebut perjuangan.
Pemilihan Raya harus kita sambut dengan bergembira, asas demokrasi yang dianut akan membuang semua kelas yang terbentuk tanpa sadar, siapapun orangnya, apapun posisinya tetap saja akan dihitung satu suara. Walaupun ini sering disebut sebagai kelemahan dari Demokrasi, tapi setidaknya ini membawa citra kepada seluruh Mahasiswa bahwa ia punya kuasa yang sama dengan seluruh Mahasiswa lainnya.
Fenomena klasik yang sering kita temukan dalam Pemilihan Umum atau Pemilihan Raya seperti ini adalah selalu ada orang yang tidak menggunakan hak pilihnya ketika hari pencoblosan atau yang biasa kita kenal dengan Golongan Putih (GOLPUT). Ada banyak faktor yang menyebabkan hal yang kita do’akan tidak membudaya ini terjadi, yang walaupun sebenarnya semua alasan itu tidaklah tepat, terlebih sebagai seorang Muslim.
Golongan Putih muncul bisa saja karena mereka merasa tidak mempunyai kepentingan dalam memilih, ada juga yang karena tidak mengenal baik siapa-siapa saja mereka yang akan dipilih nantinya, bingung dan akhirnya memilih Golput. Dan uniknya ada yang Golput memang berdasarkan hati nurani pula, mengatasnamakan Golput karena itu lebih baik menurutnya, merasa netral, tidak memihak kepada siapapun, dan merasa adil karena berada di tengah-tengah. Dan tak kalah uniknya adalah yang tidak memilih karena malas atau tidak menyempatkan diri pergi ke Tempat Pemungutan Suara(TPS), serta ada kemungkinan juga banyak yang berpikir atau merasa bahwa memilih bukan hak baginya tapi malah dianggap kewajiban sehingga merasa terbebani.
Golput yang seolah-olah sudah membudaya ini adalah masalah klasik yang berdampak besar terhadap hasil dari PEMIRA nantinya, kita bisa berkaca pada PEMIRA tahun lalu, di data KPU UIN Syarif Hidayatullah tercatat ada 34% yang Golput dari 18.613 Daftar Pemilih Tetap (DPT). Ini adalah angka yang cukup pantastis dan kita bisa melihat betapa rendahnya partisipasi Mahasiswa UIN dalam PEMIRA ini, ribuan mahasiswa tidak menggunakan hak pilihnya, bisa dibayangkan jika ribuan suara itu ikut berpartisipasi mungkin hasilnya akan berbeda. Hal serupa pun juga terjadi di PEMILU-PEMILU pada umumnya di Indonesia. Yang sangat fenomenal kemaren contohnya, dalam pemilu DKI Jakarta yang dimenangkan oleh Anies-Sandi kemarin ini tercatat di data KPU DKI Jakarta 23,3 % Golput, bahkan ada lembaga survei yang mengatakan lebih dari 30 % yang Golput. Di skala Nasional pun Golput juga terjadi dan menjadi penyakit yang mengkhawatirkan, PEMILU 2014 mencapai 24,8 %, bahkan ada juga lembaga survei lainnya mengatakan lebih dari itu. Artinya lebih dari 57 Juta masyarakat Indonesia yang telah memiliki hak pilihnya tapi tidak digunakan.
Sebenarnya, jikalah kita mau membuka mata dan menumbuhkan kesadaran serta membangun rasa bahwa diri pribadi ini ikut serta bertanggungjawab maka Golput tidaklah dapat kita katakan mendekati benar. Jargon memilih atau tidak memilih adalah pilihan tidaklah bisa kita pakai disini, karena Golput bukanlah pilihan.
Mengenai proses pemilihan, maka kita didalam Islam mengenal yang namanya pemberian saksi, yang dalam hal ini adalah kesaksian dari kita atas kelayakan pasangan calon yang kita pilih. Dan ini bukanlah perkara sepele didalam islam, Syekh Yusuf Qardhawi dalam bukunya Piqh Daulah mengatakan bahwa siapa yang memberikan kesaksian kepada kandidat yang tidak layak untuk dipilih, berarti dia telah melakukan dosa besar, karena sama dengan memberikan kesaksian palsu. Bahkan Allah menyebutkan perbuatan ini setelah syirik kepada Allah,
Oleh karena itu jauhilah oleh kalian berhala-berhala yang najis itu dan jauhilah perkataan-perkataan dusta.” (Al-Hajj : 30).
Yusuf Qardhawi melanjutkan bahwa barangsiapa yang memberikan kesaksian atau suara kepada kandidat dengan pertimbangan hanya karena kerabat atau sama daerah asal atau untuk mendapatkan keuntungan pribadi, berarti dia menyalahi perintah Allah. Kemudian, untuk yang tidak memberikan kesaksiannya atau yang Golput maka dia juga telah menyalahi perintah Allah. Syekh Yusuf Qardhawi berkata, barangsiapa yang tidak menggunakan hak pilihnya, sehingga kandidat yang mestinya layak dipilihmenjadi kalah dan suara mayoritas jatuh kepada kandidat yang sebenarnya tidak layak, berarti dia telah menyalahi perintah Allah untuk memberikan kesaksian pada saat dia dibutuhkan untuk memberikan kesaksiannya. Allah berfirman,
“Janganlah saksi-saksi itu enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil. Dan, janganlah kalian (para saksi) menyembunyikan persaksiannya dan barangsiapa menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya” (QS. Al-Baqarah : 282-283)
Apapun  alasannya tetap saja Golput bukanlah pilihan, bukanlah sebuah tindakan yang seharusnya diambil oleh seorang Mahasiswa, tanamkan dalam hati kita bahwa kita adalah bagian dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan akan berkontribusi serta bertanggung jawab atas buruk atau baiknya Kampus ini. Tidak kenal calon yang akan dipilih pun tidak bisa dijadikan alasan, karena masing-masing kandidat sudah mengenalkan diri mereka dengan banyaknya poster-poster yang tersebar disudut kampus, juga dengan visi-misi mereka yang telah disampaikan, serta telah diadakannya debat kandidat antar calon, setidaknya inilah yang menjadi bahan pertimbangan bagi kita dalam memilih jika memang tidak kenal baik dengan kandidat itu. Jangan sampai kita enggan memberikan kesaksian terlebih sekarang yang kesaksian kita sedang dibutuhkan. Hasil daripada pemilihan nantinya akan menunjukkan identitas diri kita untuk satu tahun kedepan, jangan sampai kita kehilangan identitas itu, jangan sampai kita diwakilkan dan dipimpin oleh orang yang tidak layak yang hanya menang lantaran hanya dengan modal mampu menggerakkan pendukung patuh nya untuk ke TPS, kesadaran kita sebagai Mahasiswa benar-benar dituntut, kita jangan hanya bisa digerakkan, tapi kita harus mampu menggerakkan.
PEMIRA 2018, TPS menunggu kita. Ketika mencoblos tidak ada yang bisa mempengaruhi kita atau yang memberikan doktrin basi, tidak ada CCTV yang merekam siapa yang kita coblos, dengan Bismillah, lalu coblos lah pilihan yang menurutmu layak untuk memimpin nantinya. Datanglah dan bersaksilah !


BIODATA PENULIS

NAMA                        : RIZKI ULFAHADI
FAKULTAS               : USHULUDDIN
SEMESTER                : 1
WA/NO HP                : 082176215821
INSTAGRAM            : @rizki_ulfahadi
FACEBOOK              : Rizki Ulfahadi