Rabu, 10 April 2019

DAKWAH LEWAT TULISAN



Berdakwah merupakan kewajiban bagi setiap umat Islam (mukhallaf) yang bernyawa. Umat Islam pun dikatakan oleh Allah sebagai khaira ummah alasannya pun karena dakwah. Yaitu menyuruh kepada kebaikan atau amar ma’ruf dan mencegah dari keburukan atau nahi munkar. Buya Hamka juga mengatakan dalam tafsir Al-Azhar nya bahwa umat Islam tidak lagi dikatakaan khaira ummah jika ia tidak berdakwah. Berdakwah adalah seruan atau ajakan kepada umat manusia untuk mengimplementasikan titah Tuhan. Karena fitrahnya manusia yang lemah adalah lupa, maka dakwah ini sangat kita butuhkan kapanpun dan dimanapun sebagai reminder atas diri sendiri dan orang lain selama di dunia.
            Oleh karena itulah, kita dituntut agar terus berdakwah tanpa henti, tanpa ada batasan ruang dan batasan waktu, sesuai dengan kadar kemampuan kita masing-masing. Atas dasar itulah setiap orang kadangkala sering berdakwah dengan caranya sendiri, variasi dakwah sangat beragam. Tidak ada persoalan dengan itu selagi yang didakwahkan benar sesuai tuntutan agama. Tapi di sisi lain, kita juga menginginkan dakwah kita ini menjadi sebuah gerakan yang kuat, tersusun, dan terorganisir. Kita sama-sama ingat ungkapan Ali r.a, bahwa keburukan yang terorganisir itu bisa menang melawan kebaikan yang tidak terorganisir. Jadi, kita membutuhkan lembaga, sistem, dan manajemen dalam dakwah agar menjadi terorganisir. Sehingga kekuatan atau kemampuan masing-masing manusia lemah tadi menjadi kesatuan yang bersinergi menjadi kuat.
            Secara umum, dakwah bisa dibagi menjadi dua bagian, pertama yaitu da’wah bil hal (dakwah dengan perbuatan, sikap) dan da’wah bil lisan (dakwah dengan perkataan). Seperti itu ulama-ulama klasik zaman dulu membagi jenis dakwah. Tetapi hari ini, orang banyak lupa bahwa ulama dahulu, selain melakukan dua bentuk dakwah tadi juga banyak melakukan dakwah lewat karya-karya tulisan. Saya memiliki hobi menulis, saat ini juga telah bergabung bersama sebuah wadah organisasi kepenulisan. Tetapi hal tersebut belumlah cukup, masih harus terus belajar dan membutuhkan lembaga atau sistem lain agar hobi ini lebih terorganisisr dengan baik. Inilah salah satu alasan kenapa saya bergabung dengan Berita UIN.
            Tulisan memiliki kedudukan yang sangat penting di dalam khazanah keilmuan umat manusia. Karena lewat tulisan kita yang hidup saat ini bisa tau dan menyelami pemikiran-pemikiran ulama yang hidup berabad-abad sebelum masa kita lewat karya-karya yang ditinggalkannya. Bisa kita bayangkan jika ijtihad dan rumusan-rumusan fikih itu tidak ditulis oleh ulama dulu entah bagaimana kita beribadah hari ini. 
            Pramoedya Ananta Toer mengatakan, kira-kira maknanya begini “Sepintar apapun orangnya, selama ia tidak menulis maka ia akan hilang dari sejarah dan masyarakat”. Menulis adalah sebuah usaha mengabadikan, agar tidak hilang dimakan masa. Sebagai sebuah tradisi keilmuan, menulis harus terus kita lakukan dan kembangkan. Kemampuan menulis harus terus diasah terutama di kalangan akademisi.
            Bersuara lewat tulisan sangatlah penting, kita kenal sosok yang belakangan ini sedang naik daun, yaitu Tsamara Amany. Politisi Muda ini baru muncul ke permukaan cuman karena dia aktif menulis di Geotimes.co.id, dan juga karena cuitannya lewat tulisan di twitter dengan Fahri Hamzah. Setelah itulah namanya mulai dikenal publik. Dia pun langsung meroket bersama PSI nya.  
            Mengingat hari ini sedikit juga orang yang mau memfokuskan diri dalam menulis sehingga menjadi tantangan bagi orang-orang seperti saya. Atas dasar itulah saya ingin memfokuskan diri saya untuk bergabung Berita UIN dan berjuang untuk UIN dengan tulisan. Berbicara tulisan tidak melulu mengenai sekarang dan masa lalu, tapi tulisan juga menawarkan masa depan. Tulisan sebagai pengabadian, maka nanti setelah kita tiada atau setelah tamat dari UIN adik-adik generasi penerus masih bisa membaca tulisan-tulisan, terlebih jika tulisan itu diterbitkan oleh buletin atau koran Berita UIN.  

Jumat, 05 April 2019

UIN Jakarta Liberal, Masa sih?




Kultur intelektualitas yang sudah lama melekat di Ciputat khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat kawasan serta kampus ini selalu hangat dengan pemikiran-pemikiran global yang kompleks. Selain pendidikan formal kampus, aktivisme mahasiswa juga berperan aktif dalam mewarnai keberagaman yang ada di kampus ini. Sehingga membuat pihak luar pun banyak yang menyoroti dan berkomentar. Kampus yang memiliki lebih kurang 27.000 mahasiswa ini sering mendapatkan label atau komentar-komentar miring dari berbagai pihak. Kebanyakan dari mereka adalah pihak luar yang sejatinya tidak mengenal Kampus Pembaharu ini. Hanya mengetahui atau mendengar berita yang tidak bisa dijamin keobjektifan kebenarannya serta cuma selayang lalu dengan bangga merasa benar terhadap kesimpulannya.
 Sebagai kampus yang menjadi lokomotif semua PTKIN di Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memang memiliki banyak tantangan. Tuduhan seperti UIN liberal, sekuler, sarang pemurtadan, rumah ISIS, PKI serta tuduhan negatif lainnya sudah sering dilontarkan. Sebelum saya masuk kampus, begitu ribut tuduhan-tudahan jelek kepada UIN yang berusaha meragukan saya untuk memilih Universitas ini. Ketika sudah berada di kampus ini justru “keributan” itu tidak saya temukan. Tapi di luar masih ribut juga, hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan dari adik-adik yang mau memulai menduduki bangku perkuliahan kepada saya dan betapa kagetnya saya dengan pernyataan-pernyataan “bid’ah” yang saya terima.
Benarkah UIN Liberal? Benarkah UIN sarang ISIS?. Jika liberalisme dikatakan bisa membuat manusia terjebak di dalam lingkarang kebingungan, maka memelihara kedunguan berpikir dengan masih mengimani pertanyaan lama seperti itu juga akan membuat kita terjebak dalam lingkaran kebingungan. UIN adalah sebuah lembaga pendidikan, kita harus membedakan mana yang berasal dari kampus dan mana yang bukan. Kesalahan personal orang yang berada di lembaga itu tidak bisa kita jadikan patokan untuk memberi nilai yang sama kepada lembaganya. Kekeliruan berpikir semacam ini sebenarnya sama saja dengan generalisasi yang sudah berkembang di masyarakat yang merupakan racun pembunuh esensi kebenaran dan pupuk subur sikap suudzan, jika terus dikembangkan maka lingkaran kebingungan tadilah sarangnya.
Belakangan ini UIN-UIN lainnya di tanah air pun juga terkena tuduhan ini. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk bisa berpikir seperti kita. Tapi sebagai seorang insan akademis selayaknya kita terus tanpa henti untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar kekacauan cara berpikir itu tidak semakin parah. 
Adik-adik mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya, serta semua mahasiswa baru dimanapun berada, yakinlah bahwa kalian telah memilih kampus yang tepat. Setelah kita berusaha membuat perencanaan yang diiringi dengan persiapan serta ikhtiar, maka setelah itu ada ketentuan Tuhan yang tidak bisa kita hindari. Yakinlah bahwa Allah telah memiliki rencana yang jauh lebih agung. Berprasangka baiklah kepada Allah, prasangkakan saja impian kita terwujud dengan jalan Tuhan di masa depan. Maka Tuhan akan sesuai dengan prasangkaan kita.
Kita hanya perlu memperbaharui dan membuat patokan niat yang lillahi ta’ala, niat tanpa amal lebih baik daripada amal tanpa niat. Niat yang murni tulus untuk menuntut ilmu, hanya dengan ilmu yang akan membawa kita kepada cahaya hikmah yang berlabuh kepada taqwa. Seiring waktu berjalan, dalam catatan sejarah dengan kelurusan niat serta ikhtiar yang kita lakukan akan tersingkaplah “kebenaran hikmah” itu. 

Penulis: Rizki Ulfahadi