Jumat, 05 April 2019

UIN Jakarta Liberal, Masa sih?




Kultur intelektualitas yang sudah lama melekat di Ciputat khususnya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat kawasan serta kampus ini selalu hangat dengan pemikiran-pemikiran global yang kompleks. Selain pendidikan formal kampus, aktivisme mahasiswa juga berperan aktif dalam mewarnai keberagaman yang ada di kampus ini. Sehingga membuat pihak luar pun banyak yang menyoroti dan berkomentar. Kampus yang memiliki lebih kurang 27.000 mahasiswa ini sering mendapatkan label atau komentar-komentar miring dari berbagai pihak. Kebanyakan dari mereka adalah pihak luar yang sejatinya tidak mengenal Kampus Pembaharu ini. Hanya mengetahui atau mendengar berita yang tidak bisa dijamin keobjektifan kebenarannya serta cuma selayang lalu dengan bangga merasa benar terhadap kesimpulannya.
 Sebagai kampus yang menjadi lokomotif semua PTKIN di Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memang memiliki banyak tantangan. Tuduhan seperti UIN liberal, sekuler, sarang pemurtadan, rumah ISIS, PKI serta tuduhan negatif lainnya sudah sering dilontarkan. Sebelum saya masuk kampus, begitu ribut tuduhan-tudahan jelek kepada UIN yang berusaha meragukan saya untuk memilih Universitas ini. Ketika sudah berada di kampus ini justru “keributan” itu tidak saya temukan. Tapi di luar masih ribut juga, hal ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan dari adik-adik yang mau memulai menduduki bangku perkuliahan kepada saya dan betapa kagetnya saya dengan pernyataan-pernyataan “bid’ah” yang saya terima.
Benarkah UIN Liberal? Benarkah UIN sarang ISIS?. Jika liberalisme dikatakan bisa membuat manusia terjebak di dalam lingkarang kebingungan, maka memelihara kedunguan berpikir dengan masih mengimani pertanyaan lama seperti itu juga akan membuat kita terjebak dalam lingkaran kebingungan. UIN adalah sebuah lembaga pendidikan, kita harus membedakan mana yang berasal dari kampus dan mana yang bukan. Kesalahan personal orang yang berada di lembaga itu tidak bisa kita jadikan patokan untuk memberi nilai yang sama kepada lembaganya. Kekeliruan berpikir semacam ini sebenarnya sama saja dengan generalisasi yang sudah berkembang di masyarakat yang merupakan racun pembunuh esensi kebenaran dan pupuk subur sikap suudzan, jika terus dikembangkan maka lingkaran kebingungan tadilah sarangnya.
Belakangan ini UIN-UIN lainnya di tanah air pun juga terkena tuduhan ini. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk bisa berpikir seperti kita. Tapi sebagai seorang insan akademis selayaknya kita terus tanpa henti untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar kekacauan cara berpikir itu tidak semakin parah. 
Adik-adik mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya, serta semua mahasiswa baru dimanapun berada, yakinlah bahwa kalian telah memilih kampus yang tepat. Setelah kita berusaha membuat perencanaan yang diiringi dengan persiapan serta ikhtiar, maka setelah itu ada ketentuan Tuhan yang tidak bisa kita hindari. Yakinlah bahwa Allah telah memiliki rencana yang jauh lebih agung. Berprasangka baiklah kepada Allah, prasangkakan saja impian kita terwujud dengan jalan Tuhan di masa depan. Maka Tuhan akan sesuai dengan prasangkaan kita.
Kita hanya perlu memperbaharui dan membuat patokan niat yang lillahi ta’ala, niat tanpa amal lebih baik daripada amal tanpa niat. Niat yang murni tulus untuk menuntut ilmu, hanya dengan ilmu yang akan membawa kita kepada cahaya hikmah yang berlabuh kepada taqwa. Seiring waktu berjalan, dalam catatan sejarah dengan kelurusan niat serta ikhtiar yang kita lakukan akan tersingkaplah “kebenaran hikmah” itu. 

Penulis: Rizki Ulfahadi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar