Kultur intelektualitas yang sudah lama melekat di Ciputat khususnya
di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta membuat kawasan serta kampus ini selalu
hangat dengan pemikiran-pemikiran global yang kompleks. Selain pendidikan
formal kampus, aktivisme mahasiswa juga berperan aktif dalam mewarnai
keberagaman yang ada di kampus ini. Sehingga membuat pihak luar pun banyak yang
menyoroti dan berkomentar. Kampus yang memiliki lebih kurang 27.000 mahasiswa
ini sering mendapatkan label atau komentar-komentar miring dari berbagai pihak.
Kebanyakan dari mereka adalah pihak luar yang sejatinya tidak mengenal Kampus
Pembaharu ini. Hanya mengetahui atau mendengar berita yang tidak bisa dijamin
keobjektifan kebenarannya serta cuma selayang lalu dengan bangga merasa benar
terhadap kesimpulannya.
Sebagai kampus yang menjadi
lokomotif semua PTKIN di Indonesia, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memang
memiliki banyak tantangan. Tuduhan seperti UIN liberal, sekuler, sarang pemurtadan,
rumah ISIS, PKI serta tuduhan negatif lainnya sudah sering dilontarkan. Sebelum
saya masuk kampus, begitu ribut tuduhan-tudahan jelek kepada UIN yang berusaha
meragukan saya untuk memilih Universitas ini. Ketika sudah berada di kampus ini
justru “keributan” itu tidak saya temukan. Tapi di luar masih ribut juga, hal
ini terbukti dengan banyaknya pertanyaan dari adik-adik yang mau memulai
menduduki bangku perkuliahan kepada saya dan betapa kagetnya saya dengan
pernyataan-pernyataan “bid’ah” yang saya terima.
Benarkah UIN Liberal? Benarkah UIN sarang ISIS?. Jika liberalisme
dikatakan bisa membuat manusia terjebak di dalam lingkarang kebingungan, maka
memelihara kedunguan berpikir dengan masih mengimani pertanyaan lama seperti
itu juga akan membuat kita terjebak dalam lingkaran kebingungan. UIN adalah
sebuah lembaga pendidikan, kita harus membedakan mana yang berasal dari kampus
dan mana yang bukan. Kesalahan personal orang yang berada di lembaga itu tidak
bisa kita jadikan patokan untuk memberi nilai yang sama kepada lembaganya.
Kekeliruan berpikir semacam ini sebenarnya sama saja dengan generalisasi yang
sudah berkembang di masyarakat yang merupakan racun pembunuh esensi kebenaran
dan pupuk subur sikap suudzan, jika terus dikembangkan maka lingkaran kebingungan
tadilah sarangnya.
Belakangan ini UIN-UIN lainnya di tanah air pun juga terkena
tuduhan ini. Kita tidak bisa memaksa orang lain untuk bisa berpikir seperti
kita. Tapi sebagai seorang insan akademis selayaknya kita terus tanpa henti
untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat agar kekacauan cara berpikir itu
tidak semakin parah.
Adik-adik mahasiswa baru UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya,
serta semua mahasiswa baru dimanapun berada, yakinlah bahwa kalian telah
memilih kampus yang tepat. Setelah kita berusaha membuat perencanaan yang
diiringi dengan persiapan serta ikhtiar, maka setelah itu ada ketentuan Tuhan
yang tidak bisa kita hindari. Yakinlah bahwa Allah telah memiliki rencana yang
jauh lebih agung. Berprasangka baiklah kepada Allah, prasangkakan saja impian
kita terwujud dengan jalan Tuhan di masa depan. Maka Tuhan akan sesuai dengan
prasangkaan kita.
Kita hanya perlu memperbaharui dan membuat patokan niat yang lillahi
ta’ala, niat tanpa amal lebih baik daripada amal tanpa niat. Niat yang
murni tulus untuk menuntut ilmu, hanya dengan ilmu yang akan membawa kita
kepada cahaya hikmah yang berlabuh kepada taqwa. Seiring waktu berjalan,
dalam catatan sejarah dengan kelurusan niat serta ikhtiar yang kita lakukan
akan tersingkaplah “kebenaran hikmah” itu.
Penulis: Rizki Ulfahadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar